Sabtu, 31 Oktober 2015

Semesta

Bulan dan Matahari

Semesta
 
Seperti air dan minyak begitulah kiranya tentang mereka, tak pernah pernah bisa menyatu bahkan bertukar senyum saja tak mampu, karena satu sama lain bisa saja akan saling memusnahkan. Namun apakah benar mereka tak pernah saling tahu, atau bahkan sekedar menyapa? Apakah benar mereka saling membelakangi, saling tak mengetahui. Entahlah karena yang terlihat mereka hal nya dua galaxi yang berbeda, dua kekuatan yang berbeda, dua keindahan yang tak sama. 


 Bulan

Aku ada karena kau ada, aku tampak karena engkau. Bagaimana aku menerjemahkan tentang diriku ataupun dirimu? Yang mereka tahu bahwa kita berbeda, tidak...kita sama sekali tidak berbeda hanya saja kita terbuat dari partikel yang terlihat beda. Yang mereka tahu kita tak bisa menyatu, tidak...kita bahkan saling tersenyum satu sama lain, saling bertegur sapa walau dari kejauhan. Engkau menemaniku dalam diam ketika sang malam mulai menyelimuti, kau tahu benar betapa takutnya aku dengan malam karena ia begitu gelap, tapi karena mu aku merasakan cahaya, cahaya yang menghangatkan semestaku. Engkau adalah bagian dari diriku, dan begitu pula diriku adalah bagian dari dirimu. 



Matahari

Aku tidak tahu kenapa kita bisa menyatu. Kau bilang kita berdampingan? Nyatanya? Bahkan aku tak sanggup memelukmu hanya mampu menatap dari kejauhan bahwa kau pasti benderang dengan indahnya. Aku masih mendengar nyanyian-nyanyian merdu mu yang tak bisa lepas dari ingatanku, walau itu hanya sekedar senandung tipis tak tak jelas maknanya walaupun begitu aku tahu bahwa itu adalah nada-nada cinta yang kau kirimkan untukku. Kau bilang kau takut malam? Jangan kawatir sayang ku malam hanyalah pelindung yang memang sengaja memelukmu dan yakinlah disana kau rasakan belaian kasihku. Kau bilang kau juga merasakan senyumku, merasakan puisi- puisiku karena memang semesta ini akan selalu menjadi pengantar pesan yang selalu menumpahkan rindu-rindu kita bersama. Wahai sayang ku janganlah kau lelah benderang karena dengan begitu aku tahu kau masih bersinar selayaknya saat pertama kali aku jatuh cinta padamu. 


Ia berbisik lirih, Bumi

Aku bersamu, bersamanya. Aku merasakanmu, merasakannya. Karena tanpamu aku pun bukan apa-apa, hanya sekedar hunian sang makhluk yang entar memperdulikanku atau tidak. Selama ini pesanku selalu kau balas, tak pernah sedikitpun kau luput dari jamahanku. Tetapi aku tahu kau merindukan nya, kau merindukan yang berada di sebrang sana. Jangan....jangan berpaling dariku karena aku akan hancur tanpamu. Tetaplah disini walau aku tahu tatapan mu hanya tertuju padanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar